Ketika Internet di Dunia Padam
Ketika Internet di Dunia Padam - Assalamu'alaikum sahabat Teguh Adang di manapun berada. Selamat datang di blog pribadi ini. Oke, artikel yang sedang sahabat baca saat ini berjudul Ketika Internet di Dunia Padam, artikel ini ditulis dengan penuh perasaan, dan semoga sahabat semua dapat memahami informasi yang disajikan di dalamnya. Oh iya, kata kunci untuk memahami isi artikel ini adalah
Internet, selamat membaca.
Judul : Ketika Internet di Dunia Padam
link : Ketika Internet di Dunia Padam
Ketika Internet di Dunia Padam
Pernahkah kalian membayangkan dunia yang kita tinggali saat ini kehilangan akses Internetnya?
Iya, dunia yang sedang berlari kencang menuju kecepatan
Internet 6G ini, tiba-tiba (entah bagaimana) tersandung, jatuh,
berguling-guling bebas dalam waktu yang singkat, yang mengakibatkan dunia ini
tidak mampu lagi berlari, bahkan untuk berdiri saja ia mengalami kesulitan.
Iya, dunia yang kita kenal perkasa ini, tiba-tiba saja menjadi lumpuh tak
berdaya dalam sekejap mata.
Tidak ada satu pun penduduk dunia yang menyangka bahwa dunia
yang sedang mereka tinggali, kini menjadi lemah, berantankan, dan tak tentu
arah.
Pernahkah kalian membayangkannya?
Saat tulisan ini kubuat, aku sedang membayangkannya, sedang
membayangkan “apa yang akan aku lakukan, apabila hal tersebut terjadi?”
“Apakah aku akan senang? Apakah aku akan mengalami
kepanikan?”
Aku, salah satu penduduk bumi yang begitu ketergantungan
dengan Internet, tentu saja akan mengalami kebingungan
hebat apabila hal tersebut terjadi. Bagaimana tidak, aku yang begitu
mengandalkan Internet dalam menjalani aktifitasku, tiba-tiba tidak bisa
mengakses internet? Sudah pasti aku menjadi Panik. Internet padam, berarti aku
tidak bisa mengakses seluruh platform digital tempatku berkarya. Internet mati,
akan mengakibatkan ATM beserta seluruh perbankan tidak dapat melakukan
transaksi keuangan.
Di dalam kekacauan bayangan tersebut, aku coba untuk
menelusuri “apa sih yang mengakibatkan Internet di seluruh dunia bisa padam?”
“Apabila masalahnya udah ditemukan, kan tinggal membereskan
masalahnya aja”, beginilah hal sederhana yang terlintas di pikiranku.
Ada banyak pilihan kemungkinan yang saat ini bergentayangan
di kepalaku, mulai dari Perang Dunia III, ledakan nuklir lintas dunia, hingga
ada “monster geblek” bawah laut yang
karena gabutnya sehingga ia memakan kabel internet bawah Laut.
Tentu saja, berbagai macam alasan tersebut ternyata tidak
mungkin aku beresin, aku bukanlah siapa-siapa di dunia yang besar ini. Tentu
saja, sudah ada tim taktis di seluruh dunia yang saat ini tengah
menginvestigasi, menyelidiki, untuk segera berusaha membuat dunia ini dapat
berdiri dan segera berlari lagi.
Hanya saja, bagaimana kalau seandainya ternyata dunia ini
lebih memilih untuk beristirahat ngopi sejenak, ketimbang terus berlarian??
Sejenak bagi bumi, bisa jadi satu abad bagi penduduk bumi.
Menyadari segala kemungkinan yang ada, maka aku harus mulai
beradaptasi membiasakan diri untuk hidup tanpa Internet.
Saat ini, penggunaan internetku hampir 90% aku gunakan untuk
bekerja (berkarya), 7% untuk hiburan, dan sisanya untuk hal lainnya.
Balik ke pertanyaan awal, apakah aku bisa hidup tanpa
internet?
Ternyata jawabannya adalah Bisa.
Aku tinggal mengalihkan seluruh karyaku (yang saat ini dalam
bentuk digital) menjadi non-digital. Aku akan menyalin seluruh konten web dan
blog ku kedalam bentuk tulisan di atas kertas, pasti akan membutuhkan waktu
yang lama, menulis 1000 artikel ke dalam buku itu akan membutuhkan waktu yang
panjang, ini baru satu blog untuk satu jenis tema.
Lantas, dari mana aku akan mendapatkan uang?
Pertanyaan di atas tentu saja menjadi pertanyaan lumrah
bagiku yang notabennya mengandalkan internet untuk mencari uang.
Aku kembali menelusuri inti dari pertanyaan tersebut. Untuk
apa uang? Setelah mendapatkan uang, lantas apa? Uang digunakan untuk apa?
Apakah aku benar-benar membutuhkan uang untuk bertahan dan hidup dalam kondisi
seperti ini? Apakah uang merupakan hal mendasar bagi keberlangsungan mahluk
hidup?
Setelah menguraikan pertanyaan di atas, ternyata jawabannya “Uang
tidak sepenting itu”. Dunia ini telah menyediakan segalanya gratis bagi para
penduduknya.
Mari kita bahas, hal mendasar bagi setiap mahluk hidup adalah
Makanan. Makanan diperlukan untuk mendapatkan energi mahluk hidup bukan? Jadi,
sejatinya, uang itu diperlukan untuk membeli makanan.
Sekarang, dalam kondisi seperti ini, bagaimana jika kita
by-pass saja uangnya. Kita bisa mendapatkan makanan tanpa uang. Ini kita bahas
nanti ya.
Selanjutnya, rumah, kesehatan, hingga pendidikan, tentu saja
memerlukan uang bukan? Uang diperlukan untuk membeli obat, diperlukan untuk
membayar SPP, diperlukan untuk membeli semen dan pasir jika ingin membangun
rumah.
Sekarang, dalam kondisi seperti ini (internet padam) seluruh
manusia (setidaknya di lingkungan kita) menjadi benar-benar sama. Yang tadinya
memiliki harta melimpah di ATM, tiba-tiba saja tidak mampu membeli beras
(biasanya mereka tinggal gesek ATM di alfamart).
Kita sederhanakan, kita makan memerlukan uang.
Guru, dokter, tukang bangunan, memerlukan uang (berupa gaji)
untuk makan.
Petani, pemilik lading, pemilih tanah, menjual hasil ladang
mereka untuk mendapatkan uang, yang akan digunakan untuk berbagai macam
keperluan, seperti makanan, sekolah, hingga rumah sakit.
Nah, bagaimana jika kita ganti Uang tersebut dengan
kerjasama.
Jadi, kita sebagai penduduk bumi, bersama-sama untuk memenuhi
hidup kita bersama (minimal lingkungan sekitar) dengan cara dan kemampuan
masing-masing.
Guru mengajarkan anak-anak sekitar secara gratis (hal ini
tentu saja sudah di lakukan semenjak dahulu oleh pendidik honorer).
Pemilik ladang, sawah, membiarkan sawahnya digarap oleh
masyarakat umum, agar prosesnya lebih terasa ringan karena dikerjakan oleh
orang banyak. Hasil panennya dibagikan secara merata, baik guru, dokter,
polisi, kepala desa, akan mendapatkan porsi yang sama. Pemilik ladang, tentu
saja akan mendapatkan pendidikan gratis, akses kesehatan gratis. Pun demikian
dengan berbagai profesi lainnya.
Bagaimana? Masuk akal bukan?
Tidak, tentu saja hal di atas merupakan hal naif dan tidak
akan mungkin terlaksana. Coba deh tanyakan pada diri masing-masing, apakah mau
memberikan pelayanan secara Cuma-Cuma?
Apa….? Ada yang Mau?
Tentu saja, ada beberapa penduduk bumi yang dengan ikhlas
memberikan pelayanannya, tapi tidak banyak. Mungkin, dalam 10 orang, ada 1 atau
2 orang yang ikhlas, selebihnya tidak.
Overall, untuk mengakhiri tulisan ini, mulai sekarang saya
akan mulai untuk memproduksi sendiri makanan, karena hal mendasar yang
menjadikan bumi berlarian kencang saat ini adalah semata-maka karena makanan.
Orang-orang takut tidak bisa membeli makanan esok hari, takut tidak bisa makan bulan depan, takut anak-anak mereka kelak tidak bisa makan. Sehingga para penduduk bumi terus-terusan memaksa bumi untuk berlarian kencang.
Catatan:
- Tulisan ini saya tulis ketika koneksi Internet saya padam, mau bayar menggunakan toped ga bisa, mau ke alfa/indomart masih tutup (jam 2 pagi). Apabila Internet saya tidak padam, tidak mungkin tulisan ini bisa lahir, karena sudah pasti saya akan melanjutkan kerjaan saya (tadi sore saya sedang mengerjakan Project “Ghost Radar dan Bugs”
- Karena Internet padam, saya jadi membersihkan berbagai macam folder dan berkas sampah (hasil project sebelumnya) yang belum sempat saya hapus.
- Saya menyadari tanpa internet, saya tidak memiliki hiburan baik laptop maupun ponsel, jadi dibanding menggunakan youtube atau joox, saya akan mendownload berbagai hiburan yang diperlukan
- Internet di dunia pasti akan padam suatu saat, entah itu karena gigitan monster laut geblek gajelas, atau karena perang nuklir. Intinya, pasti akan padam, Pasti!!!
Lombok, 21 Januari 2021: pukul 4.37 Pagi.
Teguh.
Demikianlah artikel yang berjudul Ketika Internet di Dunia Padam
Sahabat telah membaca artikel berjudul Ketika Internet di Dunia Padam dengan alamat link https://teguhadang.blogspot.com/2021/01/ketika-internet-di-dunia-padam.html